Siang tadi jam 14.40 ada sms yang berisikan, “ust. Mohon nasehat, aku lagi jutek banget ….”. Saya sepontan menulis saat itu juga, ”mudah-mudah setiap ada rintangan bermakna Allah Ta’ala menunjukkan rasa sayang-Nya pada kita sehingga kita dapat menemukan kelezatan di balik rintangan tersebut. Kejenuhan yang menyelimuti hati kita hanyalah cara Iblis untuk menutup Rahmat Ilahi sehingga hati kita berpaling terhadap maunah, inayah dan rahmat Ilahi Robby. Keterbatasan yang ada pada diri kita barangkali merupakan kelebihan bagi orang lain. Melalui diri kita, mereka berharap dan bahkan mungkin bernaung.”
Jutek merupakan dialek di salah satu derah di Jawa Timur yang bermakna galau, resah, cemas dan bimbang. Hati yang diinggapi penyakit tersebut menjadikan badan lesu, tak bersemangat, tak bergairah dan bahkan emosi tak setabil. Jika ada pekerjaan yang harus diselesaikan semua terasa buntu. Jika ada orang yang memanas-manasi akan berakibat emosi naik dan cepat marah, marah banget. Nah, jika ada makanan, selera makan juga turun. Akibatnya secara psikis dan fisik menurun. Inilah akibat paling besar dari penyakit hati, terutama saat jutek. Nah, bagaimana menjaga agar kita tidak jutek?
1.
Membiasakan diri dalam dzikir pada Allah Ta’ala merupakan langkah terbaik. Dzikir di setiap waktu dan di setiap keadaan. Dzikir itu pekerjaan hati yang kita ungkapkan pula secara lisan. Sebaiknya hisai hati dan lisan dengan dzikir. Full dzikir. Jangan diubah menjadi full musik lhooooo.
2.
Harus ada keyaqinan, bahwa setiap saat Allah Ta’ala akan menurunkan ujian dengan berbagai bentuk dan dalam kapasitas serta beban yang berbeda setiap manusia. Nahhh, jika kontinyitas dan beban ujian pada diri kita sereing serta berat, maka harus dipahami Allah Ta’ala sedang melatih agar kita punya rasa sabar dan tawakkal. Bahkan harus pula kita berkeyaqinan bahwa berat ujian itu untuk meninggikan derajat kita sendiri. Dengan cara ini, Allah Ta’ala membesarkan, mencerdaskan dan mendewasakan. Tidak ada rasa bosan dan putus asa.
3.
Hati yang jutek sering ditimbulkan oleh noda maksiat yang hinggap pada diri kita. Maksiat, dosa dan segala keingkaran terhadap nikmat Allah Ta’ala akan menjadikan hati kita ternodai oleh dosa sehingga menjadi cemas, resah, dan berpaling terhadap Rahmat Ilahi. Obatnya rasa syukur. Nrimo ing pandum. Dan selalu bertawakkal. Bahkan harus menghiasi dengan amal sholeh dan menghindari kemaksiatan dan atau kemunafiqan.
4.
Jauhnya sikap roja’, pengharapan kita terhadap Rahmat Ilahi. Surga dengan segala keindahannya tidak pernah menjadi harapan utama dalam menjalankan roda kehidupan kita. Kita lupa terhadap kehidupan yang kekal. Sementara kita hanya mengejar kehidupan sementara ini, kehidupan dunia. Duniawi saja. Karena itu harus ada sifat dan sikap roja’ akan turun Rahmat Ilahi setiap saat pada diri kita selama kita berharap.
5.
Angan kita terlalu jauh sementara realita yang ada tidak sesuai dengan angan kita. Dan tidak pula dapat dan ada kemampuan untuk merealisasikan. Karena itu batasi angan-angan kita dengan realita kemapuan kita.
6.
Problem semakin menumpuk. Seolah-olah semua langkah yang kita ambil menjadi problem kehidupan kita. Karena itu sederhanakan setiap problem. Selesaikan problem dari satu ke yang lain. Sebaiknya tidak menumpuk problem. Sekecil apapun harus segera diurai, dituntaskan.
7.
Tidak tahu dan memahani asal dari segala keruwetan dan probelm yang ada saat ini. Tiba-tiba diri kita jutek. Seolah-oleh menjadi tumpukkan dari problem, mengendap dan meletus. Karena itu sebaiknya kita mencari akar problem yang sedang hinggap pada diri kita saat ini.
8.
Orang-orang di sekitar kita memandang kita dengan sinis. Semua mata memandang dengan curiga dan menuduh. Dunia telah menghukum kita. Inilah perasaan di saat orang-orang di sekitar kita tidak bersahabat. Ubahlah perasaan ini menjadi penuh persabahatan. Ubahlah semua orang ingin bersahabat dengan kita. Jalin hubungan erat dan kedekatan.
9.
Kebijaksanaan yang kita keluarkan ditentang. Dan bahkan berakibat buruk sehingga kebijaksanaan itu menyerang diri kita sendiri. Bagaimana jika terjadi semakin ini. Yaaa pasti diri kita jutek. Bagaimana cara mengatasinya? Setiap kita akan mengeluarkan kebijaksanaan maka harus dipertimbangan matang-matang. Mulailah dengan meminta pertimbangan para senior, dan atau orang yang selebel dan mitra kerja kita. Ujikan kebijakan pada diri kita. Kemudian upayakan beri solusi jika ada dampak setelah dikeluarkan secara publik. Usahakan tidak panik saat menghadapi dampak dari kebijakkan yang kita keluarkan. Catat semua dampak. Pilah satu-satu, mana yang bertujuan membangun dan mana yang memang hanya sebagai penyakit.
10.
Hilangnya rasa syukur terhadap nikmati yang kecil-kecil. Saatnya dilatih untuk selalu bersykur terhadap nikmat yang kecil-kecil.
Hati yang jutek. Hati yang keras. Hati yang kosong. Tidak akan merasakan manis iman. Tak akan mendapatkan kelezatan sabar. Tak pernah puas dengan segala nikmat. Hati merupan rumah. Tempat menyimpan segal informasi yang dihasilan oleh pandangan kita. Karena itu siapa yang akan mengasai rumah itu? Cahaya Ilahi ataukah setan yang terkutuk. Petunjuk ilahi atau kesesatan. Nur keimanan atau kegelapan. Nafsu angkara murka ataukah kesabaran serta ketawakkalan. Saiapa yang menang. Tentu saya yang tahu dan merasakan adalah diri kita sendiri. Melalui tulisanku sederhana dan spontan ini, kami sangat berharap untuk memperbaiki hatiku sendiri agar selalu mampu memenangkan tentara kegelapan untuk nur ilahi.
2008年5月8日 星期四
cheptin lagi jutex
訂閱:
文章 (Atom)